JAKARTA, KOMPAS.com — Sebelum mengembuskan napasnya yang terakhir, Andalas Datoe Oloan Harahap, atau yang lebih tenar dengan nama Ucok AKA Harahap, sempat membuat surat wasiat.
Surat itu ia tulis dibantu istrinya, saat dijenguk rekannya Jelly Tobing, dalam perawatan di RS Darmo Surabaya belum lama ini. Surat dari Ucok itulah yang kemudian sempat dibacakan di acara malam penggalangan dana untuk Ucok AKA di Back Stage, Ancol, Jakarta Utara, Selasa (1/12) malam lalu.
Dalam surat yang dibacakan Jelly, Ucok sempat mengutarakan terima kasihnya kepada rekan-rekan musisi yang begitu peduli terhadap dirinya. Tak itu saja, Ucok juga sempat mengutarakan permohonan maafnya kepada semua pihak atas apa yang dilakukan selama hidupnya.
"Surat itu dibuat dua hari sebelum acara malam apresiasi buat Ucok pada Selasa kemarin," kata Jelly Tobing, dihubungi saat berada di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta menuju Surabaya, Kamis (3/12).
Apa yang disampaikan Ucok AKA dalam suratnya itu tentu saja seperti sebuah ucapan perpisahan, ketika Kamis sekitar pukul 05.30 WIB ajal menjumpainya. Ucok mengembuskan napas terakhir dalam perawatan di RS Dharmo Surabaya, Jawa Timur, pada usia 70 tahun, setelah berjuang melawan penyakit tumor dan kanker paru-paru stadium 4.
Di jagat musik Tanah Air, nama Ucok AKA Harahap adalah legenda. Sepak terjangnya di atas panggung terekam panjang. Pada zamannya, sekitar tahun 1960-1970-an, sosoknya begitu fenomenal. Setiap manggung selalu saja ada aksi yang terbilang edan. Ia selalu menyuguhkan aksi teatrikal yang membuat penontonnya terkagum-kagum, seperti jungkir balik, menggantung diri, bahkan membawa peti mati ke atas pentas.
Roy Jeconiah, vokalis grup cadas Boomerang, merekam jejaknya. Saat tampil sepanggung dalam sebuah konser di Surabaya, beberapa tahun lalu, Ucok masih melakukan aksi yang sama, meskipun usianya tak lagi muda. "Edan. Kita yang muda juga kalah. Masih jungkir balik, seperti halnya waktu masih muda," kenangnya.
Saat manggung di ajang Jakarta Rock Parade tahun lalu, ia juga melakukan aksi legendaris dengan gantung diri terbalik dengan mengusung tiang gantungan ke atas panggung meski usianya 69 tahun.
Ucok memulai karier musiknya dengan mendirikan grup musik rock AKA pada tanggal 23 Mei 1967. Dukungan terbesar datang dari ayahnya, Ismail Harahap, yang seorang apoteker. Nama AKA diambil dari nama apotek milik ayahnya, Apotik Kali Asin, yang kemudian disingkat AKA. Bersama Peter Wass, Sonata Tanjung, Syech Abidin, dan Arthur Kaunang, ia membesarkan grup band AKA.
Menurut catatan Tamtomo, blogger di Kompasiana, atraksi Ucok yang kontroversial ketika ia tampil di Taman Ismail Marzuki (TIM) pada 9 dan 10 November 1973, Ucok AKA sempat melompati tembok dan memanjat genteng. Tiba-tiba saja secara mengejutkan ia telah kembali ke panggung bersama seorang algojo yang terus mencambuki dirinya. Berikutnya, ia mengikat kakinya dan menggantung tubuh secara terbalik. Sempat pula ia ditusuk pedang dan masuk ke peti mati yang dibawanya ke panggung. Atraksi ini menjadi sangat populer dan disukai para penonton konser pada saat itu.
Beberapa album AKA yang pernah beredar, antara lain, Do What You Like (1970), Reflections(1971), Crazy Joe (1972), Sky Rider (1973), Cruel Side of Suez War (1974), Mr Bulldog (1975),Pucuk Kumati (1977), AKA in Rock (1979), The Best of AKA (1979), AKA 20 Golden Hits (1979), dan Puber Kedua (1979).
Pada tahun 1977, Ucok AKA bersama Ahmad Albar membentuk Duo Kribo. Album pertama mereka yang diproduksi Irama Tara melambungkan single "Neraka Jahanam".
Kini, tak ada kata yang bisa diucap kecuali ucapan doa dan salam perpisahan. Selamat jalan Sang Superstar, semoga engkau beristirahat tenang di tempat kami juga nanti....