Gumarang (Musik Legend)



Sejak pertengahan tahun 1955 Irama musik Latin sudah masuk dalam ramuan aransemen musik lagu-lagu Indonesia.Salah satu Pelakunya adalah seorang yang bernama Asbon Majid, pemimpin orkes Gumarang.

Dengan maksud memberi alternatif lain dari seriosa, keroncong, dan hiburan, Asbon memasuki unsur-unsur musik Latin yang pada masa itu memang sedang populer di Indonesia.

Pada paro kedua dasawarsa 1950-an orkes Gumarang dengan lagu-lagu Minangnya yang berirama Latin merajai musik pop Indonesia,Malaya dan Singapura dan pada awal 1960-an,yang kemudian diikuti oleh orkes Kumbang Tjari pimpinan Nuskan Syarif,
Teruna Ria oleh Oslan Husein, dan Zaenal Combo oleh Zaenal Arifin.

Tiga orkes ini memasukkan rock’n’roll pada lagu-lagu Minang dan non-Minang, seperti Kampung Nan Jauh Di Mato,Tirtonadi, dan Bengawan Solo.

Orkes Gumarang
Gumarang didirikan Menjelang akhir tahun 1953 dan awal 1954,mereka terdiri dari beberapa anak muda asal Sumatera Barat yang, antara lain,
bernama Alidir, Anwar Anif, Dhira Suhud, Joeswar Khairudin, Taufik, Syaiful Nawas, dan Awaludin yang di kemudian hari menjadi Kepala Polri.
Bersama beberapa orang lainnya mereka berkumpul di rumah Yus Bahri di Jalan Jambu, Menteng, Jakarta Pusat.Mereka sepakat mendirikan sebuah grup musik untuk meneruskan kiprah orkes Penghibur Hati yang mendendangkan lagu-lagu Minang.
Mereka menamakan grupnya orkes Gumarang. Nama itu diambil dari cerita legendaris Minang, Cindue Mato,yang tokoh utamanya memiliki tiga binatang kesayangan.Tiga binatang itu adalah Kinantan si ayam jantan yang piawai, Binuang si banteng yang gagah perkasa,dan Gumarang si kuda sembrani berbulu putih yang larinya bagaikan kilat sehingga menurut legenda tersebut bisa keliling dunia dalam sekejap. Anwar Anif pun didaulat menjadi pemimpin.
Mula-mula yang dibicarakan adalah bagaimana konsep musik yang akan dibawakan untuk lagu-lagu Minang yang sudah dipopulerkan oleh Penghibur Hati melalui Radio Republik Indonesia (RRI) Jakarta.
Lagu-lagu Penghibur Hati yang disiarkan radio itu, antara lain, Kaparinyo, Dayung Palinggam, Nasib Sawahlunto, dan Sempaya.
Pengaruh lagu-lagu Latin (seperti Melody d’Amour, Besame Mucho, Cachito, Maria Elena, dan Quizas, Quizas, Quizas)
yang sedang digemari tak mampu mereka tepis. Oleh sebab itulah musik Latin tersebut menjadi unsur baru dalam aransemen musik Gumarang.Pada masa itu tidaklah mudah bagi seorang penyanyi atau sebuah grup untuk tampil di RRI.Mereka harus lulus tes di depan sejumlah juri,sebagaimana layaknya peserta sebuah lomba.Walaupun Anwar Anif hanya memimpin selama sembilan bulan, ia berhasil membawa Gumarang lulus tes RRI.Alidir yang menggantikannya ternyata bertahan lebih singkat lagi dan kemudian menyerahkan pimpinan Gumarang kepada Asbon bulan Mei 1955.

Album Gumarang - Kampuang Nan Jauah di Mato

Asbon tidak hanya mempertegas dominasi musik Latin dalam lagu-lagu yang sudah biasa dibawakan Gumarang,tetapi juga pada lagu-lagu baru ciptaannya maupun ciptaan personel Gumarang lainnya.
Pada masa Asbon inilah bergabung pianis yang memiliki sentuhan Latin, Januar Arifin,
serta penyanyi Hasmanan (kemudian menjadi sutradara), Nurseha, dan Anas Yusuf.
Kebesaran Gumarang tidak bisa disangkal berkat seringnya grup ini tampil di RRI dan memeriahkan acara Panggung Gembira.
Sukses Gumarang merebut hati masyarakat menyebabkan penampilan orkes itu berlanjut di tempat-tempat lainnya, seperti Istana Negara, Gedung Kesenian, dan Istora Senayan. Pada masa kepemimpinan Alidir, Gumarang sempat merekam sejumlah lagu
di bawah naungan perusahaan negara, Lokananta, di Solo. Rekaman dilakukan di Studio RRI Jakarta dan hasilnya dibawa ke Lokananta untuk dicetak dalam bentuk piringan hitam (PH). Dalam rekamannya yang pertama ini Gumarang bermain dengan gendang, bongo, maracas, piano, gitar, dan bas betot. Mereka tetap mempertahankan rentak gamat dan joget sambil memadukannya dengan beguine, rumba, dan cha-cha. Bunyi alat musik Minang, seperti talempong, memang memberikan asosiasi pada irama Latin, demikian juga saluang. Itulah sebabnya irama Latin mudah dipadukan dengan lagu-lagu Minang.

Suyoso Karsono yang memimpin perusahaan rekaman Irama di Jakarta ternyata diam-diam tertarik pada Gumarang.Sebagai seorang pengusaha, orang yang dikenal dengan nama Mas Yos itu tahu bahwa irama yang dibawakan Gumarang bukan saja mampu menyajikan lagu-lagu Minang sesuai dengan aslinya, namun juga memiliki ramuan irama Latin yang amat disukai masyarakat.

“Sebenarnya irama Latin itu hanya dalam tempo,supaya lagu-lagu Minang bisa diterima juga oleh masyarakat di luar Minang,” kata Asbon ketika menerima tawaran Irama untuk merekam sejumlah lagu. Gumarang merekam Ayam Den Lapeh ciptaan A Hamid, Jiko Bapisoh dan Laruik Sanjo ciptaan Asbon,Yobaitu ciptaan Syaiful Nawas, Takana Adiak ciptaan Januar Arifin, Baju Karuang, Ko Upiek Lah Gadang, Titian Nan Lapuak,Nasib Sawahlunto, dan lagu lain-lain yang jelas sekali dipadukan dengan irama cha-cha yang dikenal sebagaipengiring tarian di Amerika Selatan.  “Cha-cha memang sedang menjadi favorit masyarakat waktu itu,sebagaimana kami senang naik becak dari tempat indekos menuju Studio Irama. Kalau selesai rekaman, Nurseha diantar Asbon dengan becak ke rumahnya di Grogol. Soalnya, rekaman yang dimulai pukul delapan malam biasanya selesai pukul dua dini hari,”ujar salah seorang penyanyi Gumarang, Syaiful Nawas, yang sempat menjadi wartawan harian Waspada,Pedoman, Purnama, Trio, Aneka, Sinar Harapan, Abadi, Suara Pembaruan, dan majalah Selecta.“Sayalah yang bertugas menulis semua kejadian karena ikut di dalam proses rekaman.Mas Yos memberikan bahan-bahannya dan saya tulis di berbagai surat kabar serta majalah Selecta dan Varia.Bahkan, harian Pedoman menulis Gumarang dalam tajuk rencananya. Sementara Asbon langsung memberikan PH yang baru dari pabrik ke RRI,” ungkap Syaiful Nawas, kakek dari lima cucu yang sekarang setiap hari berkantor dirumah makan miliknya, Padang Raya.

Hasilnya, Laruik Sanjo dan Ayam Den Lapeh berkumandang tidak hanya di RRI,
namun juga di toko-toko yang khusus menjual PH di Jakarta dan luar kota.
Pemutaran lagu-lagu Gumarang itu adalah atas permintaan masyarakat yang mendatangi toko-toko itu dan membeli PH mereka. Laruik Sanjo yang berarti larut senja dan Ayam Den Lapeh sebagai analogi kehilangan kekasih,menjadi lagu-lagu populer secara nasional.
Sedemikian populernya kedua lagu itu, Laruik Sanjo dilayar putihkan oleh Perfini tahun 1960 dengan sutradara kondang Usmar Ismail serta aktor Bambang Irawan dan aktris Farida Oetojo sebagai pemeran utama.Sementara Stupa Film memproduksi Ayam Den Lapeh pada tahun yang sama dengan sutradara H Asby dan Gondosubroto,sementara Asbon dan Gumarang dipercaya mengisi ilustrasi musik film ini.
Ceritanya diambil dari lirik lagunya.
Si kucapang si kucapai
saikua tapang saikua lapeh
Tabanglah juo nan ka rimbo
Oi lah malang juo.
Artinya( yang dikejar luput, yang dimiliki terlepas).

Baca Juga Karya  Gumarang >>>


Artikel Terkait
------------------------------------------------------------------------------
Daftar Musik Legend & Ballads Indonesiaentubtawon

A | B | C | D | E | F | G | H | I | J | K | L | M | N | O | P | Q | R | S | T | U | V | W | X | Y | Z

------------------------------------------------------------------------------
 
>>Kumpul Blogger<<
--------------------------------------------      
Informasi  : Semua Lyriks dan lagu adalah hak cipta / hak milik dari pengarang, artis, dan label musik yg bersangkutan.Seluruh media termasuk syair, download MP3, ringtone, kord / kunci gitar, serta video klip (official YouTube) yang tersedia di situs ini hanyalah untuk keperluan Promosi, Evaluasi dan Referensi. Jika Anda suka dengan Lagu - lagu ini , belilah kaset / CD atau nada sambung pribadi (NSP/RBT)-nya.Untuk mendukung artis / penyanyi / grup band yang bersangkutan agar terus berkarya. Salam Musik Entub Tawon--Portal Musik Referensi

No comments:

Post a Comment

Salam Musik....
Portal Musik Referensi