Lilis Suryani (lahir 22 Agustus 1948 – meninggal 7 Oktober 2007 pada umur 59 tahun)
Ia adalah seorang penyanyi Indonesia dengan lagunya yang berjudul
Gang Kelinci (ciptaan
Titiek Puspa). Ia juga yang memopulerkan lagu
Genjer-Genjer, lagu yang dikaitkan dengan Gerakan 30 September
PKI sehingga dilarang dimainkan setelah
1965.
Lilis meninggal dalam usia 59 tahun, meninggalkan tiga anak serta delapan cucu. Ia wafat setelah berjuang selama 4 tahun melawan penyakit kanker rahim yang dideritanya.
Biografi Lilis Suryani
Lilis Suryani mulai terjun ke dunia musik ketika usia 12 tahun, saat itu ia masih duduk di
Sekolah Rakyat (SR) di daerah
Gang Tepekong, Jakarta Pusat. Suara Lilis yang lantang dan artikulsainya yang jelas adalah modal utamanya dalam
bernyanyi.
Dua tahun kemudian, ketika ia sedang menimba ilmu di
Sekolah Kepandaian Putri Boedi Oetomo, Lilis telah mendapatkan tawaran untuk menyanyi di
Istana Negara.
Lilis tampil sebagai penyannyi remaja yang membawakan lagu berbahasa Sunda yang berjudul
"Tjai Kopi". Saat ia tampil, ia termasuk penyanyi yang paling belia di antara
Nien Lesmana, Masnun Soetoto dan
Titiek Puspa, yang di kemudian hari menjadi sahabat terdekatnya. Itulah awal mula perkenalan Lilis dengan
Bung Karno.
Pada tahun 1963, ketika menginjak usianya yang ke 15 tahun, ia sudah mulai tampil di
TVRI Stasiun Pusat Jakarta. Di tahun yang bersamaan ia mendapat kesempatan masuk dapur rekaman untuk yang pertama kalinya. Ketika itu
Suyoso Karsono (Mas Yos) tertarik pada reputasi Lilis dan ingin mengabadikan suaranya dalam bentuk rekaman. Tawaran itu diterimanya dan Lilis masuk rekaman di bawah label Irama Record.
Tidak lama setelah itu munculah lagu
"Tjai Kopi" dan
"Di Kala Malam Tiba" di radio-radio yang gaungnya hingga ke seluruh
Nusantara. Kehadiran lagu tersebut tentulah lebih memperkuat posisi kedudukan Lilis sebagai pendatang baru yang patut diperhitungkan, karena kedua lagunya sempat menjadi
hit. Kemudian sejak saat itu muncullah album-album rekaman Lilis yang berikutnya, baik dalam bentuk
piringan hitam maupun
kaset.
Lagu-lagu seperti
"Lenggang Kangkung", "Ratapan Sang Bayi", "Keluhanku", "Adikku Sayang",
"Tari Gemulai", "Air Mata", "Kisah Si Ali Baba", "Tiga Malam", "Tepuk Tangan", dan "Ujung Pandang"
adalah beberapa contoh lagu yang diciptakannya dan mendapat sambutan hangat dari masyarakat.
Salah satu karyanya yang berjudul
"Si Baju Loreng", bertemakan kekaguman seorang gadis terhadap seorang anggota
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI),bahkan menjadi lagu yang menjadi pengobar heroisme tersendiri di pertengahan tahun 1960-an. Antara tahun 1963-1966, saat terjadi konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia,
Lilis tercatat banyak menulis sekaligus menyenandungkan lagu-lagu bertema patriotik dan pemicu semangat nasionalis. Di antaranya seperti lagu
"Pergi Berjuang", "Tiga Malam", "Kau Pembela Nusa Bangsa", "Mohon Diri", "Baju Loreng", dan "Berita".
Pada tahun 1965 ketika
Bung Karno sedang gencar-gencarnya menyemarakan untuk membendung derasnya arus budaya barat yang menurut beliau sifatnya dekaden,
juga termasuk musik barat yang disebutnya
"musik ngak-ngik-ngok".
Bung Karno mempromosikan gerakan budaya yang menurutnya sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia dan dianggap mewakili tata krama budaya Timur yaitu beliau menyebutnya dengan nama
Irama Lenso. Lilis Suryani yang terampil menyanyikan pelbagai lagu-lagu daerah, mulai dari
Minang, Makassar, hingga
Sunda tentu saja cocok dengan keinginan Bung Karno yang sedang menggiatkan
rasa kebangsaan. Dan, muncullah album
Mari Bersuka Ria dengan
Irama Lenso.
Pemusik dan penyanyi tenar banyak ikut serta memopulerkan irama lenso, antara lain
Bing Slamet, Jack Lesmana, Titiek Puspa, Nien Lesmana, dan termasuk
Lilis Surjani. Lilis Surjani dan Bing Slamet masing-masing menyanyikan lagu
"Genjer-Genjer", karya seniman Banyuwangi, M Arief, yang kelak divonis sebagai lagu yang terlarang,
karena berhubungan erat dengan peristiwa Gerakan 30 September PKI.
Popularitas Lilis Surjani mulai sering dikaitk-kaitkan dengan Bung Karno.
Terutama, ketika ia menyanyikan lagu pujian untuk Bung Karno yang berjudul
"Oentoek Paduka Jang Mulia Presiden Soekarno", karya
Soetedjo yang terdapat pada album Lilis Surjani dibawah label
Irama Record, musiknya di garap oleh
Orkes Bayu di bawah pimpinan
F Parera.
Beberapa penggalan liriknya:
“Laguku ini ingin kupersembahkan pada paduka yang agung serta mulia, kan kudoakan kehadirat Illahi, semoga paduka tetap sejahtera selalu, betapa bahagia rakyat Indonesia, dalam bimbingan paduka yang mulia”— Soetedjo
Pada tahun 1968, Lilis tak hanya tampil sebagai penyanyi solo yang sukses.
Ia pun pernah terlibat membentuk sebuah grup musik wanita yang diberi nama
The Females bersama
Rita Rachman (keyboard) dan
Rose Sumanti.
Ia bermain drum di kelompok ini. Saat itu, kancah musik negeri ini sedang diwarnai munculnya nya band-band wanita, seperti
Dara Puspita, The Singers, The Reynettes, The Beach Girls, dan lain-lain.
Popularitas Lilis pun kian berkibar. Dia tak hanya dikenal di Indonesia, melainkan ke negeri jiran, seperti
Malaysia, Singapura, hingga
Filipina. Di Singapura, Lilis sempat merilis beberapa album pada perusahaan rekaman Pop Sound yang merupakan subdivisi dari Phillips. Album-album Lilis pun dicetak ulang di Malaysia. Sosoknya kian tersohor di Malaysia. Lilis pun pernah berkolaborasi dengan
Bing Slamet menulis lagu jenaka
007 yang terdapat pada album
007, dirilis oleh perusahaan rekaman
Phillips Singapura.
Pada era 70-an, ketika di Indonesia popularitasnya mulai memudar , justru Lilis tetap dikenang di Malaysia hingga sekarang ini.
Siti Nurhaliza, misalnya, menyatakan kekaguman terhadap Lilis. Dalam salah satu albumnya, Siti Nurhaliza menyanyikan kembali hit besar Lilis bertajuk
"Tiga Malam". Hingga tahun 1982 sedikitnya ada 500 lagu yang pernah dikumandangkan oleh Lilis dalam album rekaman (kurang lebih 20 PH dan 20 kaset), dan diproduksi oleh berbagai
perusahaan rekaman. Di samping bernyanyi, Lilis juga gemar mencipta, beberapa buah lagu karyanya telah dinyanyikannya sendiri. Namun lagu
"Gang Kelinci" (karya Titiek Puspa) yang fenomenal selalu melekat dan identik dengan dirinya.